H. M RASYIDI
A. RIWAYAT
HIDUP
H.
M Rasyidi atau Prof. DR. Rasjidi (baca : Rasyidi, ejaan lama) lahir di
Kotagede, Yogyakarta, pada 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H, dan wafat pada 30
Januari 2001.
Nama kecilnya adalah Saridi namun setelah menjadi murid Ahmad Syurkati,
pimpinan Al-Irsyad diberi nama baru sebagai “Muhammad Rasjidi”. Namun nama baru
tersebut secara resmi baru dipakai oleh Saridi pasca menunaikan ibadah haji,
beberapa tahun kemudian nama kecil Saridi demikian menjadi nama besar H. M
Rasyidi.
Beliau
lahir dalam sebuah lingkungan Jawa yang kental dengan nuansa keislaman dan
berasal dari keluarga Abangan.[3]
yaitu penganut agama Islam namun tidak melakukan ibadah Islam dalam
kesehariannya sebagaimana mestinya.
Dikatakan bahwa keluarga beliau ini bernaung di rumah Joglo tempat beliau
dibesarkan yang pada hari-hari tertentu tidak melewatkan adanya pemasangan
sesaji.
Sebagaimana halnya anak-anak yang
sebaya dengannya, Beliau masuk sekolah di Kotogede yaitu sekolah Ongko Loro
yaitu sekolah dasar yang bahasa pengantarnya menggunakan bahasa daerah dan
kelas tertinggi adalah kelas Lima. Sementara itu pada tanggal 15 nopember 1912
didirikan perkumpulan Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad dahlan, yang menerobos
sampai keperbatasan Yogyakarta. Beliau pun tertarik dengan sekolah tersebut
hingga akhirnya dia pindah ke sekolah
yang baru berdiri tersebut. Kemudian beliau meneruskan pendidikan di
perguruan al- Irsyad.
Pada tahun 1931, beliau berangkat
pula ke Kairo bersama temannya Tahir Ibrahim, seorang putra Minangkabau anak
dari Syekh Ibrahim Musa. Pengaruh lingkungan dan suasana terasa mempengaruhi
Rasyidi yaitu pergolakan zaman perjuangan menuju kemerdekaan tanah air. Tetapi
ia selalu ingat bahwa tugas utamanya di
Kairo adalah menuntut ilmu pengetahuan. Beliau menimba ilmu dengan tekun
mempelajari bahasa Inggris dan Perancis secara intensif dan berhasil meraih
diploma sekolah menengah umum dan agama dan hafal al- Qur’an secara lengkap 30
juz.
Setelah mendapatkan ijazah tersebut
beliau pun diterima di Darul Ulum, tetapi baru setengah bulan belajar di sana,
dia merasa bahwa jurusan itu tidak cocok dengan panggilan jiwanya. Akhirnya dia
memilih pelajaran pada bidang filsafat dan agama di Universitas Kairo Mesir. Rasyidi merasa beruntung dengan
menetapkan pilihan pada jurusan filsafat dan Agama sebab jurusan itu masih baru
dan peminatnya belum banyak, guru yang memberikan kuliah sebagian besar adalah dosen di Universitas Sarbonne. Salah
satu dosen yang mengajarnya adalah Syekh Mustafa Abdul Raziq yang pernah
menjadi murid langsung dari Muhamad Abduh.[6]
Setelah duduk di tingkat III, beliau
mengambil cuti untuk menunaikan ibadah haji bersama Abdul Kahar Muzakkir. Dan
pada tahun itu pula Rasyidi mendapatkan ijazah, dan menjadi putra Indonesia yang
berhasil lulus nomor satu setelah tujuh tahun belajar di Kairo. Maka tiba
saatnya Mesir ditinggalkannya dan kembali ke tanah air.
Pada usia 19 tahun Rasyidi sudah diikat dengan pernikahan yaitu
“ nikah gantung” oleh kedua orang tua masing- masing, tujuh tahun kemudian
nikah gantung itu diresmikan dengan nikah sungguhan secara Islam. Pernikahan
itu dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 1938 di Kotogede, perayaan dilakukan
secara besar-besaran karena Siti Sa’adah merupakan putri bungsu dari haji
Muzakkir.
Setelah menikah Rasyidi mengisi
waktunya tidak hanya mengajar di Madrasah Ma’ad Islamy pimpinan kiyai Haji Amir
di Kotogede dan Pesantren Luhur di Solo, beliau juga aktif dalam berbagai
perkumpulan dalam masyarakat. Hingga pada akhirnya Rasyidi menjabat sebagai
komentator. Sesudah diproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan terbentuknya
kabinet Sjahrir pada tanggal 14 November 1945, dalam kabinet tersebut Rasyidi
ditunjuk sebagai Menteri Negara yang diketahuinya lewat koran merdeka yang
terbit di Jakarta, setelah lebih kurang dua bulan menjadi menteri negara
kemudian ditunjuk pula menjadi menteri Agama.
Peran Rasyidi dalam mengemban Tugas
Negara terlihat sewaktu pemerintah mengambil keputusan mengirim delegasi
diplomatik RI ke negara-negara Timur Tengah pada tanggal 17 maret 1947 delegasi
waktu itu diketuai oleh H. Agus Salim, sedangkan Rasyidi sebagai sekretaris
merangkap bendahara. Setelah penyerahan kedaulatan RI, Rasyidi diminta datang
ke Jakarta untuk konsultan. Dalam pembicaraan disepakati, bahwa Rasyidi selain
Dubes untuk Mesir juga untuk Arab, berkedudukan di Kairo. Setelah 2 tahun,
kemudian pada tahun 1953 Rasyidi dipindahkan ke Taheran untuk menjabat Dubes RI
di Iran dan Afganistan, hanya 11 bulan di sana kemudian dipanggil ke Jakarta,
selanjutnya ia ditunjuk sebagai Dirjen penerangan Deplu oleh Sekjen Deparlu Mr.
Sutan M. Rasyid.
Kemudian ketika Lembertus Nico Palar
ditunjuk sebagai wakil tetap RI untuk PBB singgah di Kairo, dia meminta Rasyidi
untuk perjalanannya ke Paris” (markas PBB waktu itu). Pada kesempatan itu
Rasyidi memanfaatkan untuk datang ke Universitas Sarbone di sela-sela sidang
PBB. Sekembali dari Paris timbullah semangat baginya untuk pergi kembali ke Paris,
maka ia berfikir bagaimana cara mengumpulkan biaya, dan pada waktu itu
datanglah seorang petugas dari “Rockefeller Foundation” yang bersedia membiayai
selama 2 tahun, tapi bagi Rasyidi tidak perlu
satu tahun, tapi cukup 4 bulan saja.
Setelah belajar di sana, maka pada
tanggal 23 maret 1956 Rasyidi menyelesaikan belajar di sana dengan thesis I Islam en Indonesia ou consideration
critique du livre tjentini dan mendapat yudisium cum laude.
Beberapa hari kemudian disaat ada
kabar untuk menyatakan bahwa Rasyidi yang pernah ikut dalam partai politik
Masyumi saingan NU. Pada tahun 1950 an ini, diangkat sebagai Dubes luar biasa
berkuasa penuh dari RI untuk Republik
Islam pakistan berkedudukan di Karachi.
Sejak tahun 1965 Rasyidi sudah aktif
dalam rabithah alam Islami dan dia pernah ditunjuk oleh pimpinan pusat Rabithah
yang berkedudukan di Jeddah, untuk mengepalai Rabithah di Indonesia. Disamping
itu Rasyidi juga sebagai anggota Majelis Ta’sisi (dengan konstitusi yang
beranggotakan lima puluh orang dari berbagai negara islam kecuali Iran yang menganut faham Syi’ah).
B. LATAR
BELAKANG PEMIKIRAN H M RASYIDI
Sebagaimana diketahui setiap
tindakan perilaku serta pola pikir seseorang tidak luput dari pengaruh
lingkungan, baik lingkungan keluarga secara mikro maupun lingkungan tempat
tinggal dan pendidikan secara Makro. Demikian juga halnya dengan Rasyidi sebagai
seorang intelektual muslim yang telah menyelamatkan dari ajaran-ajaran yang
dianggapnya datang dari luar Islam. Dia juga dikenal sebagai seorang pengkritik
yang tajam, karena analisa masalahnya yang tajam dan mendasar dia tidak
segan-segan mengkritik seorang yang dianggapnya telah salah dalam berpikir, dan
ia juga telah ikut membangkitkan pembaharuan pemikiran Islam dan mempertajam
daya nalar sarjana muslim Indonesia.
Beliau
memiliki jiwa yang menyala-nyala dan sidikit emosional. Emosi yang digugah oleh
kewaspadaan yang tinggi karena cintanya pada agama, maka hatinya terasa
tergelitik dan terpanggil untuk melakukan pembelaan dengan kemampuan ilmunya
apabila mendengar, melihat atau membaca hal-hal yang dianggapnya merugikan dan
mengurangi kesucian agama.
Dalam bukunya “ Islam dan
Kebatinan” mengungkapkan kenangan kecilnya hidup ditengah masyarakat kampung di
Kotogede Yogyakarta tidak jauh dari rumahnya berdiri sebuah mesjid dan maqam. Di
sana ada pula tempat pemandian yang dihuni oleh seekor kura-kura besar yang
dianggap keramat, seorang perempuan tua yang selalu berada di maqam tersebut
bertugas melaksanakan sesaji dan menyampaikan permohonan orang kepada arwah
sang penembahan agar dikabulkan.[9] Hampir seluruh
penduduk kotogede pemeluk agama Islam yang taat dan setiap shalat jum’at mesjid
selalu penuh sesak hingga jama’ah melimpah keluar.[10]
Demikianlah beliau dilahirkan di
lingkungan seperti itu, mungkin inilah yang membuat dia sensitif dan sangat
peka terhadap masalah keagamaan yang selalu melakukan pembelaaan dan mengkritik
hal-hal yang dianggapnya telah merusak kemurniaan Islam. Dengan demikian dia
merasa telah melakukan yang wajar dan perlu bagi kesucian agamanya yang
merupakan suatu yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang sadar.
Adapun yang lebih menarik perhatian
dari pemikiran beliau, sebagaimana diawal dijelaskan bahwa pengembaraan
intelektualnya ke Negara-negara Barat. Beliau berikut A. Mukti Ali, Harun Nasution dan jauh
kemudian menyusul Nurcholish Madjid. Mereka menekuni bidang yang sama dan dapat
memperoleh kesempatan berkenalan dengan metode berpikir ilmiah Barat.
Dalam pengembaraannya inilah, beliau
dapat mempelajari dan menganalisa cara berpikir orang barat. Bahkan beliau
sempat mengikuti kuliah teologi Kristen selama satu tahun bersama sepuluh orang
pendeta sehingga beliau dapat
mengetahui cara berpikir mereka. Diceritakan pula pada suatu diskusi rutin sekali
seminggu, didatangkan seorang penceramah kaliber internasional yaitu Joseph
Schacht, tokoh internasional ini seorang yang dianggap selalu benar dan tak
dapat dibantah lagi segala apa yang disampaikannya. Para hadidrin khusunya guru
Besar merasa bangga dan puas kecuali Rasyidi yang berani membantah, namun
karena bantahannya itu sehingga ia sempat diperiksa dan diadili oleh direktur
dan para guru besar. Karena dianggap telah menghina wibawa pemimpin orientalis
tersebut. Setelah kebenaran berada dipihak Rasyidi, dia berkeyakinan bahwa yang
fanatik adalah orang-orang Barat bukan kaum muslimin.
Usaha yang
dilakukan Rasyidi sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Murtadha Muthahhari
dalam bukunya “ Islam dan Tantangan Zaman” bahwa pada pundak mereka “Mujtahid”
terletak kewajiban menjelaskan hukum Islam. Dan inilah penggerak dalam Islam.[11]
C. PEMKIRAN
H M RASYIDI
1.
Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Menurut
Dr. H.M. Rasjidi dalam Filsafat Agama, hingga sekarang yang berlaku dalam dunia
Islam ialah, bahwa Tuhan telah memberi akal kepada manusia sehingga dengan akal
itu manusia dapat memikirkan hal-hal yang melingkunginya dengan alam
kehidupannya dan akhirnya ia dapat mengetahui dengan akalnya tentang adanya
Tuhan dan sifat-sifat Tuhan, kemudian Tuhan menambah suatu hal baru, yaitu
menurunkan wahyu kepada beberapa orang yang diangkatnya sebagai utusan-Nya
diantaranya kepada nabi Musa AS, Nabi Isa AS dan yang terakhir kepada Nabi
Muhammad SAW.
Mengenai akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak mampu mengetahui baik
dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya aliran eksistensialisme
sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat Barat. Dengan menganggap akal
dapat mengetahui baik dan buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat al Qur’an.
Seperti yang dipahami oleh Muhamad Abduh dan yang dikembangkan oleh Harun
Nasution di Indonesia. Bagi Mu’tazilah akal hanya bisa mengetahuai empat
persoalan yaitu mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui baik
buruk dan kewajiban mengetahui baik buruk tersebut.
2. Perbuatan Manusia
Menurut H.M. Rasyidi, perlu dijelaskan terlebih
dahulu bahwa manusia keseluruhan punya hak dan kebebasan dalam kehidupan. Dalam
zaman yang tidak menentu seperti sekarang ini, banyak orang bingung karena
pelaksanan hukum tidak sesuai dengan yang semestinya. Seperti ada orang yang
terang-terangan salah menurut hukum, tetapi berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu mereka dibebaskan dari tuntutan. Sebaliknya
ada orang yang jujur bekerja sebagai seorang warga negara yang taat dan cinta
pada negara. Namun dengan kejujurannya itu membuat orang tidak senang. Sehingga
ia kadang-kadang dilecehkan oleh orang lain.[13]
Penggambaran beliau di atas, secara
praktis masih terdapat di Indonesia pada zaman sekarang, seperti yang kita
lihat dalam media elektronik dan media masa yang begitu banyak kasus yang tidak
sesuai dengan hukum yang semestinya. Contohnya nenek yang miskin mengambil biji
buah coklat yang tidak bermaksud untuk mencuri disidang dan dihukum penjara.
Namun banyak orang kaya yang jelas-jelas mencuri uang negara (korupsi) ratusan
Milyar hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan perbuatan yang
dilakukannya.
Dari penjelasan di atas pula dapat dipahami bahwa
manusia mempunyai hak dan kebebasan dalam kehidupannya untuk menuju ke arah
yang lebih baik yang diingininya. Begitu pula halnya kebebasan dalam beragama.
Berdasarkan informasi dan pedoman dari Al-Qur’an bahwa manusia itu bebas untuk
memilih kepercayaan sesuai keyakinannya karena tidak ada paksaan untuk memeluk
suatu agama.
Seperti yang terdapat dalam al- Qur’an
surat al-Baqarah (2: 256).
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
3. Konsep Iman
Konsep
iman merupakan konsep dasar dalam kajian teologi Islam dan iman kepada Allah
wajib dan dasar utama dalam aqidah
Islam. Dalam aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal dapat sampai kepada
kewajiban mengetahui Tuhan, iman tidak bisa mempunyai arti fasif, iman tidak
bisa mempunyai arti tasdiq yaitu menerima apa yang disampaikan orang sebagai
benar. Bagi aliran ini iman mesti mempunyai pengertian aktif.
Pemahaman
tentang konsep iman menurut H.M. Rasyidi, dilihat dari kritikan tulisan beliau
dalam buku koreksi atas tulisan Drs. Nurcholish Madjid tentang sekulerisasi.
Yang intinya beliau menolak faham Cak Nur yang menganggap akal itu mutlak dalam
bidang – bidang kehidupan dunia. Hal ini beliau bandingkan dengan kemutlakan
fikiran pada filsafat Yunani yang dimulai dari Socrates kemudian pada zaman
pertengahan ketika Gereja Katolik berkuasa pada abad 13. Bahwa yang perlu
adalah iman bukan fikiran sebagai semboyan pada zaman pertengahan “ Credo Ut
Intelligam” yang artinya aku percaya agar aku dapat mengerti, bukan aku mengerti,
maka aku percaya.
D. Karya-Karya
H M Rasyidi
Adapun
karya-karya H.M. Rasyidi berupa karangan
–karangan dan juga hasil terjemahan-terjemahan, sebagai berikut:
1. Koreksi
terhadap Drs. Nurcholish Madjid Tentang Sekulerisasi
2. Filsafat Agama
3. Islam di Indonesia Di
Zaman Modern
4. Keutamaan Hukum Islam
5. Islam dan Kebatinan Islam Menentang Komunisme
6. Islam dan Sosialisme
7. Mengapa Aku tetap Memeluk Agama Islam
8. Dari Rasyidi
dan Maududi Kepada Paus
Paulus VI
9. Sikap umat
Islam Indonesia terhadap Expansi Kristen
10.
Agama dan Etik Disekitar Kebatinan Kasus RUU Perkawinan Dalam Hubungan Islam dan
Kristen
11.
Empat kulia Agama Islam pada Perguruan Tinggi
12.
Strategi
Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Islam.
13.
Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia di
Jakarta 1975 ( artinya bagi dunia Islam)
14.
Koreksi terhadap Dr, Harun Nasution
tentang “ Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya”
15.
Bibel Qur’an dan Sains Modern ( judul
Aslinya : la bible le coran et la science oleh Dr. Maurice bucaille)
PENUTUP
Demikianlah penjelasan mengenai Tokoh H M Rasyidi, selain seorang Menteri Agama RI
beliau juga adalah seorang pembaharu Islam dengan karya-karyanya yang
menginspirasi masyarakat, para tokoh lain untuk lebih mengkaji kembali
pemahaman dalam pemurnian islam. Dengan kehidupan beliau demikian adalah sebuah
sejarah sosial yang melukiskan keadaan keagamaan dan menjadi objek kritisisme
pula. Kemudian dengan pengalaman kehidupan beliau pula dapat membimbing
kalangan muslim dalam memandang dan memahami Islam.
Dalam bahasan pemikirannya terkait dengan pengembaraan
intelektualnya ke Negara barat pun tak lain adalah cara ia menganalisa
pemahaman barat terhadap relevansi yang terdapat pada di islam. Demikian lah
pemikirannya dapat membuka jalan pemikiran dan kritis muslim Indonesia dalam
memahami Islam secara murni. Bukan memahami Islam sebagai sesuatu yang harus
diikuti saja, mengingat latar belakang kehidupan beragama beliau sebagai Islam
Abagan.
Dengan jelas pula dalam pemikirannya mengenai akal dan
wahyu, perbuatan manusia dan konsep iman tadi merupakan pemahaman beliau
terhadap fakta sosial yang terjadi.
Demikian penulis menjelaskan pemikiran kalam dari salah satu
tokoh yang merupakan pejuang kedaulatan merdeka Negara tercinta kita, Indonesia
ini, yaitu H. M Rasyidi. Demikian Penulis mengharapkan dari Makalah ini
kemudian pembaca sekalian mendapatkan wawasan tentang seorang tokoh yang patut
menjadi panutan bagi generasi muda mendatang, mengingat semakin jaman maju
semakin mundurnya pemikiran, terkhusus pemikiran kalam untuk masa kini.