TAFSIR
SURAT AL-LAHAB
(Gejolak Api |
Nyala)
TERJEMAH :
“Binasalah
kedua tangan abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. (QS. 111-1) Tidaklah
berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. (QS. 111-2) Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. (QS. 111-3) Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu
bakar. (QS. 111-4) Yang di lehernya ada tali dari sabut.
(QS. 111-5)”
MUQODIMAH :
Surat Al Lahab yang artinya gejolak api (nama
lainnya: surat Al Masad) mengisahkan paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang betul-betul memusuhi beliau yaitu Abu Lahab dan isterinya. Diceritakan
dalam surat ini bahwa keduanya akan celaka dan masuk neraka. Harta Abu Lahab tak
berguna untuk keselamatannya demikian pula segala usaha-usahanya. Nama asli Abu
Lahab itu sendiri adalah Abdul ‘Uzza bin ‘Abdil Mutholib. Nama kunyahnya adalah
Abu ‘Utaibah. Namun beliau lebih dikenal dengan Abu Lahab, karena wajahnya yang
memerah (makna lahab: api yang bergejolak). Beliau lah yang paling banyak
menentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga Allah Ta’ala
membicarakan sekaligus mengabadikan nama Abu Lahab dalam firman-Nya. Surat
Al-Lahab ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan
sesudah surat Al Fath. Dalam surat ini pula Allah bukan hanya menceritakan Abu
Lahab semata, akan tetapi pula menceritakan
ASBABUN NUZUL :
Seketika datang ayat yang tersebut di
dalam Surat 26, asy-Syu'ara', ayat 214:
"Dan
beri peringatanlah kepada kaum kerabatmu yang terdekat,"
Rasulullah Saw diperintahkan untuk
mengumpulkan kerabat-kerabat dekatnya dan menyampaikan perihal kenabian beliau
sebagai awal dimulainya dakwah islam secara terbuka. Kemudian beliau mendaki
puncak bukit Shafa dan menyeru “(ya sabaha)”, ungkapan ini digunakan untuk
mengabarkan kepada semua orang agar bersiap-siap membela diri ketika pasukan
musuh hampir menyerang.
Ketika seruan Nabi Muhammad terdengar ke
berbagai penjuru hunian kabilah-kabilah Mekkah, mereka pun datang mengahampirinya.
Kemudian beliau menunjuk berbagai kabilah Arab dan berkata kepada mereka.
“sekiranya aku katakan kepada kalian bahwa ada sebuah pasukan besar tengah
berkemah di kaki gunung ini, apakah kalian akan percaya padaku ? “Para hadirin
menjawab, “ tentu saja kami percaya, karena engkau tidak pernah berkata dusta”.
Lalu Nabi saw melanjutkan, “Aku diutus oleh Allah sebagai seorang pengingat
untuk mengajarkan keesaan Tuhan”. Mendengar hal ini, Abu Lahab menukas,
“Celakalah engkau ! Apakah karena ini engkau mengumpulkan kami ?” Pada saat
itulah ayat-ayat surah ini diturunkan, yang berbunyi, Binasalah kedua tangan
Abu Lahab, binasalah (ia).
Adapun asbabun nuzul (sebab turunnya) ayat
ini pula diterangkan dalam riwayat berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى
الْجَبَلِ فَنَادَى يَا صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ
أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ
مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ
لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا
تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ إِلَى
آخِرِهَا
“Dari
Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju
Bathha`, kemudian beliau naik ke bukit seraya berseru, “Wahai sekalian
manusia.” Maka orang-orang Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya,
“Bagaimana, sekiranya aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik
bukit ini) akan segera menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?”
Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda lagi, “Sesungguhnya aku adalah seorang
pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab yang
pedih.” Akhirnya Abu Lahab pun berkata, “Apakah hanya karena itu kamu
mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.” Maka Allah menurunkan
firman-Nya: “TABBAT YADAA ABII LAHAB..” Hingga akhir ayat.” (HR. Bukhari no.
4972 dan Muslim no. 208).
Demikian bahaya dan permusuhan Abu Lahab
dan istrinya tidak hanya terbatas pada tindakan tersebut. Kedua orang ini malah
merupakan seburuk-buruknya manusia di masa itu dan musuh yang paling alot di
masa Islam awal. Itulah sebabnya Al-Qur’an jelas-jelas mengutuk mereka.
TAFSIR AYAT :
A.
Tafsir Jalalain (Jalaluddin
Asy-Syuyuthi. Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahalliy)
001. (Binasalah) atau
merugilah (kedua tangan Abu Lahab) maksudnya diri Abu Lahab; di sini
diungkapkan dengan memakai kata-kata kedua tangan sebagai ungkapan Majaz,
karena sesungguhnya kebanyakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia itu
dikerjakan dengan kedua tangannya; Jumlah kalimat ini mengandung makna doa (dan
sesungguhnya dia binasa) artinya dia benar-benar merugi. Kalimat ayat ini
adalah kalimat berita; perihalnya sama dengan perkataan mereka: Ahlakahullaahu
Waqad Halaka, yang artinya: "Semoga Allah membinasakannya; dan sungguh dia
benar-benar binasa." Ketika Nabi saw. menakut-nakutinya dengan azab, ia
berkata, "Jika apa yang telah dikatakan oleh anak saudaraku itu benar,
maka sesungguhnya aku akan menebus diriku dari azab itu dengan harta benda dan
anak-anakku." Lalu turunlah ayat selanjutnya, yaitu:
002. (Tidaklah berfaedah
kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan) maksudnya apa yang telah
diusahakannya itu, yakni anak-anaknya. Lafal Aghnaa di sini bermakna Yughnii,
artinya tidak akan berfaedah kepadanya harta dan anak-anaknya.
003. (Kelak dia akan
masuk ke dalam api yang bergejolak) yang besar nyalanya; kata-kata ini pun
dijadikan pula sebagai julukan namanya, karena ia mempunyai muka yang
berbinar-binar memancarkan sinar merah api.
004. (Dan begitu pula
istrinya) lafal ini di'athafkan kepada Dhamir yang terkandung di dalam lafal
Yashlaa, hal ini diperbolehkan karena di antara keduanya terdapat pemisah,
yaitu Maf'ul dan sifatnya; yang dimaksud adalah Umu Jamil (pembawa) dapat
dibaca Hammalaatun dan Hammaalatan (kayu bakar) yaitu duri dan kayu Sa'dan yang
banyak durinya, kemudian kayu dan duri itu ia taruh di tengah jalan tempat Nabi
saw. lewat.
005. (Yang di lehernya)
atau pada lehernya (ada tali dari sabut) yakni pintalan dari sabut; Jumlah ayat
ini berkedudukan menjadi Haal atau kata keterangan dari lafal Hammaalatal
Hathab yang merupakan sifat dari istri Abu Lahab. Atau kalimat ayat ini dapat
dianggap sebagai Khabar dari Mubtada yang tidak disebutkan.
B.
Tafsir Al-Azhar (Buya Hamka)
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab." (pangkal
ayat 1). Diambil kata ungkapan kedua tangan di dalam bahasa Arab, yang berarti
bahwa kedua tangannya yang bekerja dan berusaha akan binasa. Orang berusaha
dengan kedua tangan, maka kedua tangan itu akan binasa, artinya usahanya akan
gagal; ' Watabb!"– "Dan binasalah dia."(ujung ayat 1). Bukan
saja usaha kedua belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya sendiri,
rohani dan jasmaninya pun akan binasa. Apa yang direncanakannya di dalam
menghalangi da'wah Nabi s.a.w. tidaklah ada yang akan berhasil, malahan gagal!
Menurut riwayat tambahan dari al-Humaidi;
"Setelah isteri Abu Lahab mendengar ayat al-Quran yang turun menyebut nama
mesjid. Beliau s.a.w. di waktu itu memang ada dalam mesjid di dekat Ka'bah dan
di sisinya duduk Abu Bakar r.a. Dan di tangan perempuan itu ada sebuah batu
sebesar segenggaman tangannya. Maka berhentilah dia di hadapan Nabi yang sedang
duduk bersama Abu Bakar itu. Tetapi yang kelihatan olehnya hanya Abu Bakar
saja. Nabi s.a.w. sendiri yang duduk di situ tidak kelihatan olehnya. Lalu dia
berkata kepada Abu Bakar: "Hai Abu Bakar, telah sampai kepada saya
beritanya, bahwa kawanmu itu mengejekkan saya. Demi Allah! Kalau saya bertemu
dia, akan saya tampar mulutnya dengan batu ini."
Sesudah berkata begitu dia pun pergi dengan marahnya.
Maka berkatalah Abu Bakar kepada Nabi s.a.w.
"Apakah tidak engkau lihat bahwa dia melihat engkau?" Nabi menjawab:
"Dia ada menghadapkan matanya kepadaku, tetapi dia tidak melihatku. Allah
menutupkan penglihatannya atasku."
Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak
apa yang diusahakannya." (ayat 2).
Dia akan berusaha menghabiskan harta-bendanya buat
menghalangi perjalanan anak saudaranya, hartanyalah yang akan licin tandas,
namun hartanya itu tidaklah akan menolongnya. Perbuatannya itu adalah percuma
belaka. Segala usahanya akan gagal.
Menurut riwayat dari Rabi'ah bin 'Ubbad ad-Dailiy,
yang dirawikan oleh al-Imam Ahmad; "Aku pernah melihat Rasulullah s.a.w.
di zaman masih jahiliyah itu berseru-seru di Pasar Dzil Majaz; "Hai
sekalian manusia! Katakanlah "La Ilaha lllallah," (Tidak ada Tuhan
melainkan Allah), niscaya kamu sekalian akan beroleh kemenangan."
Orang banyak berkumpul mendengarkan dia berseru-seru
itu. Tetapi di belakangnya datang pula seorang laki-laki, mukanya cakap pantas.
Dia berkata pula dengan kerasnya; "Jangan kalian dengarkan dia. Dia telah
khianat kepada agama nenek-moyangnya, dia adalah seorang pendusta!" Ke
mana Nabi s.a.w. pergi, ke sana pula diturutkannya. Orang itu ialah pamannya
sendiri, Abu Lahab.
Menurut riwayat dari Abdurrahman bin Kisan, kalau ada
utusan dari kabilah-kabilah Arab menemui Rasulullah s.a.w. di Makkah hendak
minta keterangan tentang Islam, mereka pun, ditemui oleh Abu Lahab. Kalau orang
itu bertanya kepadanya tentang anak saudaranya itu, sebab dia tentu lebih tahu,
dibusukkannyalah Nabi s.a.w. dan dikatakannya: "Kadzdzab, Sahir."
(Penipu, tukang sihir).
Namun segala usahanya membusuk-busukkan Nabi itu gagal
juga!
"Akan masuklah dia ke dalam api yang
bernyala-nyala." (ayat 3). Dia tidak akan terlepas dari siksaan dan azab
Allah. Dia akan masuk api neraka. Dia kemudiannya mati sengsara karena terlalu
sakit hati mendengar kekalahan kaum Quraisy dalam peperangan Badar. Dia sendiri
tidak turut dalam peperangan itu. Dia hanya memberi belanja orang lain buat
menggantikannya. Dengan gelisah dia menunggu-nunggu berita hasil perang Badar.
Dia sudah yakin Quraisy pasti menang dan kawan-kawannya akan pulang dari
peperangan itu dengan gembira. Tetapi yang terjadi ialah sebaliknya.
Utusan-utusan yang kembali ke Makkah lebih dahulu mengatakan mereka kalah.
Tujuh puluh yang mati dan tujuh puluh pula yang tertawan. Sangatlah sakit
hatinya mendengar berita itu, dia pun mati. Kekesalan dan kecewa terbayang di
wajah janazahnya.
Anak-anaknya ada yang masuk Islam seketika dia hidup
dan sesudah dia mati. Tetapi seorang di antara anaknya itu bernama Utaibah
adalah menantu Nabi, kawin dengan Ruqaiyah. Karena disuruh oleh ayahnya
menceraikan isterinya, maka puteri Nabi itu diceraikannya. Nabi mengawinkan
anaknya itu kemudiannya dengan Usman bin Affan. Nabi mengatakan bahwa bekas
menantunya itu akan binasa dimakan "anjing hutan". Maka dalam
perjalanan membawa perniagaan ayahnya ke negeri Syam, di sebuah tempat bermalam
di jalan dia diterkam singa hingga mati.
"Dan isterinya." (pangkal ayat 4). Dan
isterinya akan disiksa Tuhan seperti dia juga. Tidak juga akan memberi faedah
baginya hartanya, dan tidak juga akan memberi faedah baginya segala usahanya;
Pembawa kayu bakar. " (ujung ayat 4).
Sebagai dikatakan tadi nama isterinya ini Arwa, gelar
panggilan kehormatannya sepadan dengan gelar kehormatan suaminya. Dia bergelar
Ummu Jamil; Ibu dari kecantikan! Dia saudara perempuan dari Abu Sufyan. Sebab
itu dia adalah 'ammah (saudara perempuan ayah) dari Mu'awiyah dan dari Ummul
Mu'minin Ummu Habibah. Tetapi meskipun suaminya di waktu dulu seorang yang
tampan dan ganteng[1], dan dia ibu dari kecantikan, karena sikapnya yang buruk
terhadap Agama Allah kehinaan yang menimpa diri mereka berdua. Si isteri
menjadi pembawa "kayu api", kayu bakar, menyebarkan api fitnah ke
sana sini buat membusuk-busukkan Utusan Allah.
"Yang di lehernya ada tali dari sabut."
(ayat 5).
Ayat ini mengandung dua maksud. Membawa tali dari
sabut; artinya, karena bakhilnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan,
dililitkannya kepada lehernya, dengan tali daripada sabut pelepah korma,
sehingga berkesan kalau dia bawanya berjalan.
Tafsir yang kedua ialah membawa kayu api ke mana-mana,
atau membawa kayu bakar. Membakar perasaan kebencian terhadap Rasulullah
mengada-adakan yang tidak ada. Tali dari sabut pengikat kayu api fitnah,
artinya bisa menjerat lehemya sendiri.
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsimya bahwa Tuhan
menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan isterinya ini akan menjadi pengajaran
dan i'tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menantang
apa yang diturunkan Allah kepada NabiNya, karena memperturutkan hawa nafsu,
mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat
yang karut-marut. Mereka menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena
kekayaan ada. Disangkanya sebab dia kaya, maksudnya itu akan berhasil. Apatah
lagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia
disegani orang, dipuji karena tampan, karena berpengaruh. Kemudian ternyata
bahwa rencananya itu digagalkan Tuhan, dan harta-bendanya yang telah
dipergunakannya berhabis-habis untuk maksudnya yang jahat itu menjadi punah
dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang celaka. Demikian
Ibnu Katsir.
Dan kita pun menampak di sini bahwa meskipun ada
pertalian keluarga di antara Rasulullah s.a.w. dengan dia, namun sikapnya
menolak kebenaran Ilahi, tidaklah akan menolong menyelamatkan dia hubungan
darahnya itu.
C.
Tafsir Ibnu Katsir Al Qur’an Al
‘Azhim
Ayat (تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ), yaitu binasalah kedua tangan Abu Lahab, menunjukkan do’a
kejelekan padanya. Sedangkan ayat (وَتَبَّ), yaitu sungguh dia akan binasa, menunjukkan kalimat berita.
Firman Allah Ta’ala (تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ), maksudnya adalah sungguh Abu Lahab merugi, putus harapan,
amalan dan usahanya sia-sia. Sedangkan makna (وَتَبَّ), maksudnya adalah kerugian dan kebinasaan akan terlaksana.
Firman Allah Ta’ala (مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ), yang dimaksud (وَمَا كَسَبَ) yaitu apa yang ia usahakan adalah anaknya.
Firman Allah Ta’ala (سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ), yaitu kelak Abu Lahab akan mendapat balasan yang jelek dan
akan disiksa dengan api yang bergejolak, sehingga ia akan terbakar dengan api
yang amat panas.
Firman Allah Ta’ala (وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ), istri Abu Lahab biasa memikul kayu bakar. Istri Abu Lahab
bernama Ummu Jamil, salah seorang pembesar wanita Quraisy. Nama asli beliau
adalah Arwa binti Harb bin Umayyah. Ummu Jamil ini adalah saudara Abu Sufyan.
Ummu Jamil punya kelakuan biasa membantu suaminya dalam kekufuran, penentangan
dan pembakangan pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, pada
hari kiamat, Ummu Jamil akan membantu menambah siksa Abu Lahab di neraka
Jahannam. Oleh karena itu, Allah Ta’ala katakan dalam ayat selanjutnya,
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Dan (begitu pula) istri Abu Lahab, pembawa kayu bakar.
Yang di lehernya ada tali dari sabut.” Yaitu istri Abu Lahab akan membawa kayu
bakar, lalu ia akan bertemu suaminya Abu Lahab. Lalu ia menambah siksaan Abu
Lahab. Dan memang istri Abu Lahab dipersiapkan untuk melakukan hal ini.
Yang dimaksud firman
Allah Ta’ala (فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ), yaitu maksudnya di leher Ummu Jamil ada tali sabut dari api
neraka. Sebagian ulama memaknakan masad dengan sabut. Ada pula yang mengatakan
masad adalah rantai yang panjangnya 70 hasta. Ats Tsauri mengatakan bahwa masad
adalah kalung dari api yang panjangnya 70 hasta.
D. Tafsir Nuzulul
Qur’an (Allamah Kamal Faqih Imani)
Dalam kitab yang ditulis
Raghib, al-Mufaradat, kata tab dan tabab
berarti “kerugian yang tetap”. Namun Thabarsi, dalam Majma’ al Bayan,
mengartikan kata itu sebagai “kerugian yang mengarah pada kebinasaan”.
Beberapa filolog
mengartikan tab sebagai “memotong”. Barangkali, arti ini menunjuk pada kerugian
yang terus menerus biasanya mengarah pada suatu titik kehancuran. Namun
demikian, dari semua pengertian yang disebutkan dapat disimpulkan bahwa
pengertian yang terkandung adalah sama. Tentu saja, kebinasaan yang dimaksud
bisa merujuk pada kebinasaan duniawi ataupun spiritual atau malah kedua-duanya.
Mengapa al-qur’an suci,
yang memiliki gaya pengungkapan universal, menyebutkan secara jelas sebuah
objek dengan nama yang jelas, Abu Lahab ?
Abu Lahab, secara kata
sama artinya dengan, “Ayah gejolak api”. Ia adalah sebutan untuk seseorang yang
bernama asli Abdul Uzza yang artinya “hamba berhala Uzza”. Abdul Uzza adalah
seorang yang bertempramen panas dengan wajah yang memerah. Itulah barangkali
orang ini diberi julukan atau nama Abu Lahab, karena lahab dalam bahasa Arab
artinya “gejolak api”.
Abdul Uzza dan istrinya,
Ummu Jamil, saudari Abu Sufyan, yang secara khusu disebutkan sebagai
orang-orang terkutuk di antara musuh-musuh Islam, banyak sekali menyakiti Nabi
saw. seseorang bernama Thariq al Muharibi berkata bahwa suatu saat Abu Lahab
ditemukan berjalan dibelakang Nabi sawketika melewati pasa Zul Mujaz (dekat
Arafah, jarak pendek ke Mekkah). Dia mengukiti dibelakang Nabi saw seraya
berteriak agar jangan mendengarkan Nabi saw. dia mengatakan kepada orang-orang
bahwa Nabi seorang yang gila sambil
melempari kaki beliau dengan batu-batu, sehingga membuat Nabi berjalan dengan
kaki yang berdarah.
Banyak kisah yang
diriwayatkan seputar perlakuan buruk tiada henti dan perkataan-perkataan
sia-sia atau tak senonoh dari Abu Lahab kepada Nabi saw yang bisa dihitung
sebagai alasan mengapa ayat-ayat yang tengah di bahas mengecam dan melaknati
dia dan istrinya sedemikian jelas dan keras.
Dari kerabat dekat Nabi
saw Abu Lahab merupakan satu-satunya orang yang tidak menandatangani dukungan
persetujuan Bani Hasyim kepada Nabi saw, tetapi mengambil bagian dalam persetujuan
musuh-musuh Islam, dan tetap bertahan di pihak musuh Nabi saw. Sekaitan dengan
fakta-fakta ini, alasan kasus pengkhususan dalam surah ini bisa di mengerti.
“Tidaklah bermanfaat
harta bendanya dan apa yang ia usahakan”
Dapat dipahami dari
ungkapan ayat ini, Abu Lahab adalah seorang yang kaya raya dan sombong yang
membanggakan diri dengan kekayaannya dan menggunakan kekayaan tersebut untuk
melawan Islam.
“Kelak ia akan dibakar
dalam api yang bergejolak”
Siksanya juga seperti
namanya, Abu Lahab, yang berkobar dengan gejolak api besar dan membakar.
Bukan saja kekayaan Abu
Lahab, melainkan juga tak satupun kekayaan atau kedudukan sosial kaum kafir dan
pelaku kejahatan yang mampu menyelamatkan mereka dari api neraka, sebagaimana
Surah asy-Syu’ara 88-89 ungkapan, (yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak
berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati nan bersih).
Api yang disebutkan dalam
ayat “Kelak ia akan di bakar di dalam api yang bergejolak “ adalah api neraka.
Namun sebagian mufasir percaya bahwa ia bisa juga meliputi apa yang ada di
dunia ini.
“Dan istrinya adalah
pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali yang membelit dari sabut”.
Ummu Jamil, saudari Abu
Sufyan dan bibi Mu’awiyah adalah istri Abu Lahab. Ia seorang perempuan bermata
juling yang sama-sama bertempramen buruk seperti suaminya. Bersama suaminya ia
memusuhi dan merintangi dakwah Islam.
Namun, berkaitan dengan
mengapa Al-Qur’an menyebutnya sebagai “pembawa kayu bakar” beberapa tafisarn
telah diberikan.
Sebagian pendapat
mengatakan, karena bisa mengikat cabang-cabang kayu berduri dengan tali yang
terbuat dari serabut pelepah daun kurma yang digulung, memikulnya dan
menyebarkannya di hampir kegelapan malam di atas jalan yang mungkin biasa di
lalui Nabi saw, dengan harap melukai kaki beliau dan menyebabkan tubuh beliau
terluka.
Sebagian perpendapat,
bahwa pembawa kayu bakar bisa bermakna simbolik, yaitu membawakan kisah-kisah
ke tengah-tengah penduduk untuk melibatkan mereka dalam jalinan pergunjingan
dan pelecehan terhadap kebenaran.ini termasuk dari salah satu keburukan yang
dilakukan istri Abu Lahab. Sedangkan sebagian mufasir lainnya berpendapat bahwa
ia akan membawa pikulan berat dosa-dosa yang lain pada hari pengadilan.
Meskipun tidak mustahil
untuk memadukan semua tafsiran tersebut, tapi penafsiran yang pertama, diantara
semua tafsiran ini, tampak lebih sesuai.
Kata jid artinya “leher
dan bagian atas dari dada”, yang bentuk jamaknya adalah ajydd. Sedangkan ‘unuq
adalah “bagian belakang leher” (tengkuk), dan raqabah berarti “leher” secara
keseluruhan.
Kata masad artinya “tali
yang terbuat dari serabut pelepah daun kurma”. Sebagian beranggapan, ia adalah
tali dari serabut pohon kurma yang tajam dan besi berat yang panas akan
diletakan di atas leher si pendosa di neraka.
Ada juga pendapat yang
mengatakan, Ummu Jamil, saudari Abu Sufyan yang menjadi istri Abu Lahab itu
memiliki kalung yang sangat berharga.ia telah bersumpah bahwa ia akan
menghabiskannya untuk melawan Nabi saw. atas perilaku ini barangkali Allah swt
telah menunjukkan kepadanya azab seperti ini.
E.
Tafsir
Al-Misbah, (M. Quraish Shihab)
AYAT 1-2
“Binasalah kedua tangan
Abu Lahab dan dia telah binasa. Tidaklah berguna baginya harta bendanya dan apa
yang ia usahakan.”
Kata ﺘﺒﺖ (tabbat) atau ﺘﺐ
(tabba) terdiri dari dua huruf yaitu ﺖ dan ﺐ. Menurut Al-Biqa’i, penggabungan
kedua huruf itu, apapun diantara keduanya yang di dahulukan, maka ia mengandung
makna keputusan atau kepastian yang pada umumnya berakhir dengan kebinasaan.
Siapa yang memutuskan diri untuk hanya menoleh kepada sebab dan tidak kepada
penyebab (Allah) maka ia telah binasa. Sementara ulama memahami kata tabbat
bagaikan mengandung makna permohonan dari pembaca kepada Tuhan dan tabba adalah
pengabulan Allah atas permohonan itu. Permohonan yang diajarkan ini setimpal
dengan apa yang dilakukan dan diucapkan oleh Abu Jahal terhadap Nabi saw. dalam
satu riwayat dijelaskan bahwa Abu Jahal ketika itu mengambil batu lalu melempar
ke arah Nabi saw sambil mengucapkan makian dan harapannya itu.
Ada juga yang berpendapat
bahwa kata tabba mengukuhkan makna tabbat, apalagi boleh jadi timbul kesan dari
kata (ﻴﺪﺍ) yadda/kedua tangan bahwa kebinasaan tersebut terbatas serta
mengisyaratkan bahwa yang dimaksud dengan kedua tangan bukan arti hakikinya,
tetapi makna majdzi yakni totalitas yang bersangkutan. Penggunaan kata tangan
untuk makna majdzi ini karena biasanya aktivitas manusia terlaksana dengan baik
melalui kedua tangannya.
Kata ﻠﻬﺐ (lahab) berarti
kebakaran api yang menyala dan dan teah tidak memiliki asap lagi. Menurut suatu
pendapat, ia digelari dengan Abu Lahab sejak masa Jahiliyah karena kegagahan
dan kecemerlangan wajahnya. Menurut Thahir Ibn ‘Asyur, al-Qur’an menggunakan
gelar tersebut dan tidak menyebut namanya secara tegas, yaitu ‘Abdul ‘Uzza,
karena kata ‘Uzza adalah salah satu nama berhala yang disembah kaum musyrikin.
Al-qur’an enggan menggunakan nama tersebut. Ulama Mesir kontemporer, Mutawalli
Asy-Sya’rawi, mengemukakan semacam kaidah, yaitu bila Al-qur’an menunjuk
seseorang dalam salah satu kisahnya dengan nama asli itu mengisyaratkan bahwa
hal serupa tidak akan terjadi lagi, tetapi bila menyebut gelarnya seperti
Fir’aun, itu mengisyaratkan bahwa kasus serupa dapat terulang kapan dan dimana
saja. Ini berarti Abu Lahab baru yang menentang ajaran Islam dan melecehkan
Nabi saw. dapat saja muncul di tempat dan waktu yang lain.
Ada juga yang berpendapat
bahwa gelar tersebut mengisyaratkan bahwa ia akan terbakar di neraka jahanam
yang apinya berkobar-kobar. Kata Abu bisa juga digunakan dalam arti seseorang
yang selalu menyertai sesuatu yang disebut sesudahnya. Dalam hal ini, Abu Lahab
adalah bahwa lahab (kobaran api) selalu menyertainya.
Ayat kedua bermaksud
menginformasikan bahwa Abu Lahab sama sekali tidak akan memiliki peluan untuk
selamat. Harta benda yang diandalkannya tidak akan menyelamatkan atau
mengurangi kebinasaanya, bahkan segala apa yang dapat diusahakannya tidak akan
bermanfaat.
Penggunaan bentuk kata
kerja masa lampau pada kata (ﺃﻏﻨﻰ) aghna, walaupun yang dimaksud disini adalah
tidak bergunanya harta dan usahanya di masa datang, untuk mengisyaratkan
kepastian ketiadaan manfaat itu seakan-akan ia telah terbukti dan terlaksana
dalam kenyataan.
AYAT 3-5
“Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.
Dan istrinya, pembawa kayu bakar, dilehernya ada tali dari sabut.”
Kalimat (ﺤﻤﺎﻠﺔ ﺍﻠﺤﻂﺐ) ada
yang juga yang memahaminya dalam arti pembawa isu dan fitnah, yang antara lain
bertujuan melecehkan dan menghina Nabi Muhammad saw. serta memecah belah kaum
muslimin. Fitnah dinamai hathab/kayu karena kayu adalah bahan bakar yang dapat
menyulut api, sebagaimana fitnah menyulut api permusuhan. Ada juga yang
memahami kalimat tersebut dalam pengertian hakiki, yakni istri Abu Lahab itu
sering kali menaburkan duri-duri kayu di jalan-jalan yang dilalui Nabi Muhammad
saw..
Kata (ﺠﻴﺪ) jid berarti
leher. Kata ini biasa digunakan khusus
untuk menggambarkan keindahan leher wanita yang dihiasi dengan kalung.
Kata (ﺍﻠﻤﺴﺪ) al-masad
adalah sejenis tali yang berasal dari satu pohon yang bernama Al-Masad, tumbuh
di Yaman dan dikenal sangat kuat. Ada juga yang memahaminya sebagai tali yang
terbuat dari sabut.
Ayat tersebut bermaksud
menggambarkan betapa hina yang bersangkutan sehingga tubuhnya yang menjadi
tempat hiasan justru terjerat dengan tali yang terbuat dari sabut tali yang
amat kukuh, katakanlah yang biasa dipakai untuk mengikat perahu yang sedang
berlabuh. Ayat ini dapat dipahami sebagai menggambarkan bahwa yang bersangkutan
menjadi pemulung kayu yang meletakkan barang pulungan di punggung sambil
menggantungkan nya dengan tali yang melilit ke lehernya.
Istri Abu Lahab meninggal
dalam keadaan kemusyrikan sehingga ayat di atas dapat dinilai sebagai salah
satu ayat yang berbicara tentang gaib yang telah terbukti dalam kenyataan.
Surah ini merupakan salah
satu surah yang berbicara tentang gaib seta merupakan salah satu bukti betapa
luasnya pengetahuan Allah. Abu Lahab selalu ingin membuktikan bahwa Rasulullah
berbohong. Sebenarnya jika dia mau, bisa saja setelah turunnya surah ini, dia
bepura-pura memeluk agam Islam dan ketika itu dapat membuktikan dalam bahasa
kenyataan bahwa informasi wahyu yang diterima Rasulullah tidak benar. Namun,
itu tidak dilakukannya boleh jadi karena tidak terpikir oleh nya dan karena
kekufurannya sudah mendarah daging sehingga benar-benar tidak beriman dan wajar
masuk ke neraka sebagaimana di informasikan dalam surah ini.
Tafsiran Istri Abu Lahab Pembawa Kayu Bakar
Di sini ada beberapa
tafsiran ulama:
Pertama: Mengenai ayat (حَمَّالَةَ الْحَطَبِ), pembawa kayu bakar maksudnya adalah Ummu Jamil adalah wanita
sering menyebar namimah, yaitu si A mendengar pembicaraan B tentang C, lantas
si A menyampaikan berita si B pada si C dalam rangka adu domba. Ini pendapat
sebagian ulama.
Kedua: Sebagian ulama
lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud Ummu Jamil pembawa kayu bakar adalah
karena kerjaannya sering meletakkan duri di jalan yang biasa dilewati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah pendapat yang dipilih Ibnu
Jarir Ath Thobari.
Ketiga: Sebagian ulama
lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud (حَمَّالَةَ الْحَطَبِ) adalah Ummu Jamil biasa mengenakan kalung dengan penuh
kesombongan. Lantas ia katakan, “Aku aku menginfakkan kalung ini dan hasilnya
digunakan untuk memusuhi Muhammad.” Akibatnya, Allah Ta’ala memasangkan tali di
lehernya dengan sabut dari api neraka.
Surat Al Lahab adalah Bukti Nubuwwah
Surat ini merupakan
mukjizat yang jelas-jelas nampak yang membuktikan benarnya nubuwwah (kenabian),
bahwasanya betul-betul beliau adalah seorang Nabi. Karena sejak turun firman
Allah Ta’ala,
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut”, Abu Lahab dan Ummu
Jamil tidaklah beriman sama sekali baik secara zhahir atau batin, dinampakkan
atau secara sembunyi-sembunyi. Maka inilah bukti benarnya nubuwwah beliau. Apa
yang dikabarkan pada beliau, maka itu benar adanya.
FAEDAH SURAT AL
LAHAB :
- Allah telah menetapkan akan
kebinasaan Abu Lahab dan membatalkan tipu daya yang ia perbuat pada
Rasulnya.
- Hubungan kekeluargaan dapat
bermanfaat jika itu dibangun di atas keimanan. Lihatlah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan Abu Lahab punya kedekatan dalam kekerabatan, namun
hal itu tidak bermanfaat bagi Abu Lahab karena ia tidak beriman.
- Anak merupakan hasil usaha
orang tua sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
anak adalah hasil jerih payah orang tua.” (HR. An Nasai no. 4452, Ibnu
Majah no. 2137, Ahmad 6/31. Syaikh Al Albani katakan bahwa hadits
ini shahih). Jadi apa pun amalan yang dilakukan oleh anak baik shalat,
puasa dan amalan lainnya, orang tua pun akan memperoleh hasilnya.
- Tidak bermanfaatnya harta dan
keturunan bagi orang yang tidak beriman, namun sebenarnya harta dan
keturunan dapat membawa manfaat jika seseorang itu beriman.
- Api neraka yang bergejolak.
- Mendengar berita neraka dan siksaan
di dalamnya seharusnya membuat seseorang takut pada Allah dan takut
mendurhakai-Nya sehingga ia pun takut akan maksiat.
- Bahaya saling tolong menolong
dalam kejelekan sebagaimana dapat dilihat dari kisah Ummu Jamil yang
membantu suaminya untuk menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Akibat dosa namimah, yaitu
menyulut api permusuhan sehingga diancam akan disiksa dengan dikalungkan
tali sabut dari api neraka.
- Siksaan pedih akibat menyakiti
seorang Nabi.
- Terlarang menyakiti seorang
mukmin secara mutlak.
- Setiap Nabi dan orang yang
mengajak pada kebaikan pasti akan mendapat cobaan dari orang yang tidak
suka pada dakwahnya. Inilah sunnatullah yang mesti dijalani dan butuh
kesabaran.
- Akibat jelek karena infaq dalam
kejelekan dan permusuhan.
- Benarnya nubuwwah (kenabian)
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Ummu Jamil dan Abu Lahab mati
dalam keadaan kafir secara lahir dan batin, mereka akan kekal dalam
neraka.
- Tidak boleh memakai nama dengan
bentuk penghambaan kepada selain Allah, karena Abu Lahab disebut dalam
ayat ini tidak menggunakan nama aslinya yaitu Abdul Uzza (hamba Uzza).
Padahal Al Qur’an biasa jika menyebut nama orang akan disebut nama
aslinya. Maka ini menunjukkan terlarangnya model nama semacam ini karena
mengandung penghambaan kepada selain Allah. (Ahkamul Quran, Al Jashshosh,
9/175)
- Nama asli (seperti Muhammad)
itu lebih mulia daripada nama kunyah (nama dengan Abu … dan Ummu …).
Alasannya karena dalam ayat ini demi menghinakan Abu Lahab, ia tidak
disebut dengan nama aslinya namun dengan nama kunyahnya. Sedangkan para
Nabi dalam Al Quran selalu disebut dengan nama aslinya (seperti Muhammad)
dan tidak pernah mereka dipanggil dengan nama kunyahnya. (Ahkamul Quran,
Ibnul ‘Arobi, 8/145)
- Kedudukan mulia yang dimiliki
Abu Lahab dan istrinya tidak bermanfaat di akhirat. Ini berarti kedudukan
mulia tidak bermanfaat bagi seseorang di akhirat kelak kecuali jika ia
memiliki keimanan yang benar.
- Imam Asy Syafi’i menyebutkan
bahwa pernikahan sesama orang musyrik itu sah, karena dalam ayat ini Ummu
Jamil dipanggil dengan “imro-ah” (artinya: istrinya). Berarti pernikahan
antara Ummu Jamil dan Abu Lahab yang sama-sama musyrik itu sah.
Faedah yang paling umum adalah Meskipun Abu Lahab paman kandung Nabi
s.a.w. saudara kandung dari ayahnya, namun oleh karena sikapnya yang menantang
Islam itu, namanya tersebut terang sekali di dalam wahyu, sehingga samalah
kedudukannya dengan Fir'aun, Haman dan Qarun, sama disebut namanya dalam
kehinaan. Dari Surat al-Lahab ini pun menjadi i'tibar bagi kita bagaimana
hinanya dalam pandangan agama seseorang yang kerjanya "membawa kayu
api", yaitu menghasut dan memfitnah ke sana ke mari dan membusuk-busukkan
orang lain. Dan dapat pula dipelajari di sini bahwasanya orang yang hidup
dengan sakit hati, dengan rasa kebencian kerapkalilah bernasib sebagai Abu
Lahab itu, yaitu mati kejang dengan tiba-tiba bilamana menerima suatu berita
yang tidak diharap-harapkannya. Mungkin juga Abu Lahab itu ditimpa oleh
penyakit darah tinggi, atau sakit jantung.
HUBUNGAN SURAT
AL-LAHAB DENGAN AL-IKHLAS
Surat Al Lahab mengisyaratkan bahwa
kemusyrikan itu tidak dapat dipertahankan dan tidak akan menang walaupun
pendukung-pendukungnya bekerja keras. Surat Al Ikhlash mengemukakan bahwa
tauhid dalam Islam adalah tauhid yang semurni-murninya.
MUNASABAH
Pada
akhir Surah An-Nasr Nabi saw diperintahkan untuk bertasbih, bertahmid dan
istighfar karena kemenangan yang diraihnya dan kejayaan Islam. Pada awal Surah
Al-Lahab diterangkan kebinasaan penentang dakwah sebagaimana yang didetita Abu
Lahab.