Kamis, 18 Februari 2016

MENYIKAPI KEARIFAN KAMPUNG NAGA

Rumah Adat Kampung Naga


Sebuah daerah perkampungan yang masih asri, murni dan kental dengan budayanya yang mereka miliki sejak turun-temurun, Kita mengenal dan menyapanya dengan “Kampung Naga”. Beberapa minggu yang lalu kita dikejutkan dengan sebuah Etnik terpinggirkan dari bagian NKRI ini. Begitu terkesannya, bagaimana mungkin ditengah kemajuan zaman yang terus-menerus menampakkan dirinya lewat modernism yang bergaya hidup serba modern tentunya, dimana teknologi, informasi dan komunikasi sudah bisa kita genggam sejak ilmu pengetahuan mulai mengambil bagiannya untuk terus memberikan inovasi dan perubahan-perubahan yang telah diberikannya kedalam hidup keseharian masyarakat di dunia.
Justru sebuah komunitas kampung naga ini yang sebenarnya tak jauh dari daerah atau komunitas lain yang merasakan perubahan-perubahan tersebut, masih bisa bertahan dengan kesendirian. Ironinya mereka tidak sedikitpun merasa tertinggal dengan keadaan mereka yang masih mempertahankan budaya asli yang mereka miliki. Ditemui seseorang wanita lanjut usia, ibu Enat umur 80 tahun dirumahnya, memberikan kesaksian bahwa mereka tidak memungkiri inovasi yang serba ada pada zaman masa kini diluar sana, mereka pun ikut senang, terkhusus dalam pendidikan mereka bisa mengikuti majunya pendidikan. Mereka paham betul bagaimana pentingnya pendidikan untuk kalangan manapun, tak terkecuali seperti mereka.
Walaupun kita hanya menginap satu hari disana, tetapi kita sudah banyak belajar dari mereka. Setelah pulang pun rasanya bagaikan membawa segudang pengetahuan yang sangat penting manusia pelajari untuk menjadi manusia yang baik. Orang-orang harus tahu mengenai hal ini, setidaknya hal apa yang mereka pertahankan selama ini bukan sekedar jalan yang mereka tempuh karena secara turun temurun harus tetap terjalankan, akan tetapi hal ini merupakan pilihan yang beralasan dan bisa dikatakan ini merupakan prinsip, argument, statement rasional.
Terkadang, banyak diantara kita menyepelekan keadaan sebuah etnik dan menyikapinya secara apatis terhadap kebudayaan lain. Padahal hal demikian tidak mesti dilakukan, setiap orang hendaknya dapat melihat eksistensi budaya lain sebagai sesuatu yang dapat kita pelajari. Dalam sebuah perubahan budaya misalnya kita mengenal asimilasi, akulturasi dalam interaksi. Setidaknya hal itu lah yang akan berjalan jika demikian orang-orang tidak memandang sebelah mata sebuah etnik.
Memang untuk ukuran jaman sekarang, orang hanya melihat keseluruhan peristiwa yang ada itu sebuah fenomena semata. Tidak banyak dari mereka yang mengakui paham realism namun apa nyata yang mereka lihat dari sebuah peristiwa. Kita sebagai manusia hanya bisa menerjemah saja, untuk ukuran kebenaran sampai saat ini pun kita harus memilahnya.
Kampung naga yang senantiasa dihuni oleh suku naga itu sendiri merupakan salah satu diantara etnik lain yang kita pilih sebagai objek perolehan pengetahuan atas eksistensi budaya yang kini hampir diacuhkan oleh sebagian umat manusia. Manusia itu sendiri tidak menyadari bagaimana manusia tanpa budaya. Sedangkan ulah manusia itu sendiri budaya tercipta, dan sebaliknya budaya itu sendiripun secara tidak langsung menjadikan manusia. Itulah setidaknya manusia mesti memahami betul bahwa antara manusia dan budaya itu bagaikan koin bermata dua, yang walaupun berbeda diantara keduanya.


Tidak ada komentar: