Salik adalah seseorang
yang selalu menelusuri, menapaki perjalanan nan indah dan damai dalam hidupnya.
Menuju sebuah tempat yang ia anggap itu adalah jalan yang mesti manusia tempuh
dalam hidupnya. Tempat ini ia yakini sebagai satu-satunya jalan yang harus
dilalui manusia yang benar-benar meyakini Allah Swt dengan Islam yang ia bawa.
Sebuah jalan besar umat muslim menuju substansi dasar yang mutlak dan abadi,
dimana ia kembali kepada seharusnya ia berada, Sang Pencipta.
Dalam setiap
perjalanan yang ia tempuh, tak semudah jalanan aspal yang lurus sekalipun maka
akan selalu ada halangan disana, seperti hadangan mobil lain yang harus ia
lalui disetiap perjalannya. Namun sebagai Salik, yang dalam perjalanannya
senantiasa menulusuri jalanan dengan tertib dan taat pada peraturan, maka ia tidak
akan menemukan kesulitan yang dianggap orang lain itu sulit. Salik selalu
menikmati perjalanannya sebagai tour yang sangat menyenangkan untuknya. Tapi,
tentu hal ini beda jauh dengan apa yang dimaksud tour yang biasa orang-orang
lakukan pada masa kini. Salik tengah berusaha menggapai sebuah perjalanan dalam
tournya bukan sekedar kunjungan, akan tetapi Salik akan tinggal disana untuk
selamanya, menuju sebuah keabadian bertemu dengan Sang Rahmat dan Sang Kudus.
Salik tidak pernah
merasa sendirian dalam perjalanannya, karena begitu banyak orang lain pun yang
menelusuri jalan yang sama dengannya. Bersama-sama maka salik selalu
bersemangat. Dan saking banyaknya orang bersamanya menelusuri jalan yang sama,
ia selalu sadar bahwa Allah Maha Melihat. Artinya Allah senantiasa melihat
keseluruhan dari tiap-tiap manusia, baik itu kelompok maupun perorangan. Maka
Salik berupaya menjadi manusia diantara manusia yang lebih baik.
Demikian cerita
seorang Salik diatas menggambarkan upaya seorang hamba untuk menjadi manusia
diantara manusia yang lebih baik tersebut. Namun kiranya, untuk disandingkan
dengan seorang Salik sungguhan itu hanya sebuah penggambaran kondisi hamba
semata. Dengan berani hamba mengatakan bahwa masih sangat jauh perjalanan ini
dilakukan, apalagi menempuhnya. Hamba belum menjadi apa-apa diantara yang lain.
Menempuh
perjalanan seorang Salik bagi hamba itu merupakan masih sebuah mimpi dan
cita-cita. Seorang salik tentu ia sudah memiliki banyak bekal bawaan
dikendaraan dan menelusuri perjalanannya, sedangkan hamba masih tengah
memberes-bereskan bekal bawaan yang baru sedikit-demi sedikit terkumpul
tersebut dan dengan sibuk masih mencari kunci kendaraannya. Istilah lain yang
dapat kita ambil yaitu, dimana orang-orang sudah mudik dan hamba masih
membereskan barang bawaan mudik serta belum memesan tiket.
Beginilah hidup,
ada yang dibawah dan ada pula yang diatas. Terkadang ada orang-orang yang
memandang bahwa hidup itu begitu sulit, tetapi ada pula orang-orang yang
memandang bahwa hidup ini begitu sederhana. Hamba kira segala penjelasan untuk
ukuran masa kini itu adalah pilihan. Maka sebagaimana pun kita menjelaskan
tentu orang lain tetap memegang teguh prinsip yang ia pegang, terkecuali
orang-orang yang berpikir fleksibel dan inklusif.
Demikian untuk
menjadi seorang Salik pun sebagian orang ada yang melihat itu hal mudah dan ada
yang melihat itu hal yang sulit. Hal ini tergantung dari representasi seseorang
dalam memahami atau menafsir tentang hidup ini. Terkecuali cara pandang seorang
Salik dalam memahami hakikat hidup, itu merupakan sebuah proses atau tour
rohani yang harus mereka jalani.