Kamis, 27 Maret 2014

INTEGRASI FILSAFAT, TASAWUF DAN AL-QUR’AN



Pembicara
Prof. Dr. Seyyed Eshaq Hoseini
(Universitas Tehran. Republik Islam Iran)
Dan
Prof. Dr. Seyyed Mofied Hoseini
(Direktur Islamic College for Advance Studies-London)


Adanya Peradaban islam itu bersumber dari Al-Qur’an dan dalam diri Rasulullah selaku utusan untuk menyampaikan kabar gembira bagi umat manusia. Berhubungan dengan integrasi filsafat dan tasawuf itu adalah milik semua umat manusia. Al-Qur’an bukan lah kitab-kitab seperti yang lain.
Sepanjang sejarah filsafat islam, ada tiga tokoh besar yang begitu memberikan perhatian besar pada Al-Qur’an sebagai sumber pengetahuan para filosof, sufi dan ahli kalam salah satu diantara mereka adalah Mulla Sadra, selain itu Al-Farabi dan Ibnu Sina. Dimana ia adalah kelanjutan dari teosofi transenden yang merupakan hasil perkembanagan dari makna batin Al-Qur’an yang menegaskan antara wahyu dan akal/intelek (al-‘aql). Intelek itu sendiri atau akal merupakan repleksi atas tataran mental, yaitu nabi, batin kemanusiaan yang memanifestasikan diri hanya pada orang lain yang dalam bahasa Al-Qur’an, “mendalam dalam pengetahuan”.
Terkait dengan konteks Al-Qur’an, integrasi filsafat islam merupakan ilmu dasar tambahan dari konteks rasionalitas, kelogisan, keilmiahan Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an bukan hanya normatif tapi juga spekulatif.
Berbicara mengenai Integrasi Filsafat dan Tasawuf, ada begitu banyak sumber surat, ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan proses berpikir atau penggunaan akal yang mendorong dari proses akal yaitu berpikir kemudian meningkat ke tahap instituitif. Artinya akal bukanlah taqlid (sesuatu yang dilarang) yang semata-mata bahasan yang ada pada isi Al-Qur’an itu sendiri. Akan tetapi, akal (al-‘aql) ini lah yang sebenarnya proses pendekatan dari sebuah perjalanan rohaniyah, apa yang ada dalam Al-Qur’an itu adalah menggunakan rasionalitas. Adapun dalam konteks tauhid, itu adalah sebuah perjalanan rohaniyah berpikir secara spesifik (khusus), bukan tauhid yang awam. Dan yang paling utama dari Al-Qur’an mengenai Allah maha tunggal, bukan lah tunggal dari suatu bilangan, tetapi tunggal dari konteks berpikir proses instituisi.
Maka filsafat itu sendiri adalah sebuah proses dari penyikapan Al-Qur’an dan Hadits atau riwayat-riwayat yang tak lain adalah hasil pikir dari para filosof islam. Yang menegaskan inti dari pada Al-Qur’an adlah pembuka tahap proses rohaniyah manusia kepada Tuhannya. Dalam konteks ini bukan hanya pendekatan secara rasional saja, tapi ini ialah bentuk perjalanan manusia. Hal ini terkait dengan kontradiktif antara dua alam; dunia dan akhirat bahwa “Barangsiapa yang sibuk mengerjakan sesuatu demi dunia, maka hubungan dengan Tuhannya akan putus”. Maka dalam proses perjalanan jiwa/rohaniyah, islam lah yang menjadi tuntunannya.
Simpulan dari sebuah integrasi ini ditarik dari kontradiksi terlebih dahulu, bahwa integrasi filsafat-tasawuf tidak lah berhenti; filsafat berhenti ditangan Ibnu rusyd, Kalam ditangan Al-Ghazali dan Tasawuf ditangan Ibnu rabi. Akan tetapi, semua berada pada proses perjalanan rohaniyah manusia terhadap pendekatannya kepada Allah. Jadi, Integrasi Filsafat dan Tasawuf di bangun dari Al-Qur’an. Dimana Al-Qur’an memiliki 2 fungsi utama bagi umat manusia, yaitu Al-Qur’an sebagai sumber dan standar. Artinya segala perjalanan rohaniyah, instituisi, dan eksperimentalis manusia adalah jawaban dari Al-Qur’an.

Tidak ada komentar: