Pembicara
Prof. Dr. Seyyed Eshaq Hoseini
(Universitas Tehran. Republik Islam Iran)
Dan
Prof. Dr. Seyyed Mofied Hoseini
(Direktur Islamic College for Advance Studies-London)
Adanya Peradaban islam itu bersumber dari Al-Qur’an dan
dalam diri Rasulullah selaku utusan untuk menyampaikan kabar gembira bagi umat
manusia. Berhubungan dengan integrasi filsafat dan tasawuf itu adalah milik
semua umat manusia. Al-Qur’an bukan lah kitab-kitab seperti yang lain.
Sepanjang sejarah filsafat islam, ada tiga tokoh besar
yang begitu memberikan perhatian besar pada Al-Qur’an sebagai sumber
pengetahuan para filosof, sufi dan ahli kalam salah satu diantara mereka adalah
Mulla Sadra, selain itu Al-Farabi dan Ibnu Sina. Dimana ia adalah kelanjutan
dari teosofi transenden yang merupakan hasil perkembanagan dari makna batin
Al-Qur’an yang menegaskan antara wahyu dan akal/intelek (al-‘aql). Intelek itu
sendiri atau akal merupakan repleksi atas tataran mental, yaitu nabi, batin
kemanusiaan yang memanifestasikan diri hanya pada orang lain yang dalam bahasa
Al-Qur’an, “mendalam dalam pengetahuan”.
Terkait dengan konteks Al-Qur’an, integrasi filsafat
islam merupakan ilmu dasar tambahan dari konteks rasionalitas, kelogisan,
keilmiahan Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an bukan hanya normatif tapi juga
spekulatif.
Berbicara mengenai Integrasi Filsafat dan Tasawuf, ada
begitu banyak sumber surat, ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan proses
berpikir atau penggunaan akal yang mendorong dari proses akal yaitu berpikir
kemudian meningkat ke tahap instituitif. Artinya akal bukanlah taqlid (sesuatu
yang dilarang) yang semata-mata bahasan yang ada pada isi Al-Qur’an itu sendiri.
Akan tetapi, akal (al-‘aql) ini lah yang sebenarnya proses pendekatan dari
sebuah perjalanan rohaniyah, apa yang ada dalam Al-Qur’an itu adalah
menggunakan rasionalitas. Adapun dalam konteks tauhid, itu adalah sebuah
perjalanan rohaniyah berpikir secara spesifik (khusus), bukan tauhid yang awam.
Dan yang paling utama dari Al-Qur’an mengenai Allah maha tunggal, bukan lah
tunggal dari suatu bilangan, tetapi tunggal dari konteks berpikir proses
instituisi.
Maka filsafat itu sendiri adalah sebuah proses dari
penyikapan Al-Qur’an dan Hadits atau riwayat-riwayat yang tak lain adalah hasil
pikir dari para filosof islam. Yang menegaskan inti dari pada Al-Qur’an adlah
pembuka tahap proses rohaniyah manusia kepada Tuhannya. Dalam konteks ini bukan
hanya pendekatan secara rasional saja, tapi ini ialah bentuk perjalanan
manusia. Hal ini terkait dengan kontradiktif antara dua alam; dunia dan akhirat
bahwa “Barangsiapa yang sibuk mengerjakan sesuatu demi dunia, maka hubungan
dengan Tuhannya akan putus”. Maka dalam proses perjalanan jiwa/rohaniyah, islam
lah yang menjadi tuntunannya.
Simpulan dari sebuah integrasi ini ditarik dari
kontradiksi terlebih dahulu, bahwa integrasi filsafat-tasawuf tidak lah
berhenti; filsafat berhenti ditangan Ibnu rusyd, Kalam ditangan Al-Ghazali dan
Tasawuf ditangan Ibnu rabi. Akan tetapi, semua berada pada proses perjalanan
rohaniyah manusia terhadap pendekatannya kepada Allah. Jadi, Integrasi Filsafat
dan Tasawuf di bangun dari Al-Qur’an. Dimana Al-Qur’an memiliki 2 fungsi utama
bagi umat manusia, yaitu Al-Qur’an sebagai sumber dan standar. Artinya segala
perjalanan rohaniyah, instituisi, dan eksperimentalis manusia adalah jawaban
dari Al-Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar