BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata filsafat atau falsafat berasal dari bahasa Arab falsafah yang
diturunkan dari kata Yunani philosophia yang merupakan kata gabungan dari kata
philein yang berarti mencintai atau philia yang berarti cinta dan kata sophia
yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian kata philosophia, falsafat berarti
mencintai atau cinta kepada kebijaksanaan.
Dari segi praktis, falsafat berarti
alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat artinya berfikir. Namun tidak
semua berfikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berfikir secara mendalam
dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa setiap manusia adalah
filosuf. Semboyan ini benar juga sebab semua manusia berfikir. Akan tetapi,
secara umum semboyan itu tidak benar sebab tidak semua manusia yang berfikir
adalah filosof. Tegasnya filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain filsafat
adalah ilmu yang berusaha mempelajari suatu sampai ke akar-akarnya, sistematika
dan menyeluruh sehingga mendapatkan hakikat kebenaran dari sesuatu itu.
Pemikiran
Filsafat mengalami perkembangan yang sangat pesat dan cepat menyebar ke
berbagai wilayah dengan periode yang berbeda-beda seperti Filasafat Yunani,
Filsafat Klasik, Filsafat Islam, sampai pada Filsafat Modrn yang banyak ragam
pemikirannya. Periode-periode tersebut mempunyai cirri dan corak masing-masing
meskipun secara umum dari periode satu ke yang lainnya ada pemikiran yang
bersentuhan. Di dalam Periode tersebut terdapat periode Hellenistik atau
Hellenisme yang juga mempunyai cara pandang yang khas atau corak yang khusus. Bagaimanakah pemikiran filsafat helenisme tersebut?, secara singkat akan dibahas di makalah ini.
B.
Tujuan
1.
Menjelaskan salah satu filsafat kuno di yunan
yakni filsafat kuno.
2.
Menjelaskan secara singkat latar belakang
munculnya filsafat helenisme.
3.
Menjelaskan preode etik dan religi.
4.
Mengklasifikasi pandangan antar aliran.
C. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian filsafat helenisme?
2.
Bagaimana perkembangannya dalam dunia
filsafat?
3.
Aliran-aliran apa saja yang muncul dalam
perkembangannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Helenisme
Helenis atau
Helenisasi, istilah ini berasal dari kata Yunani Helen (Istilah yang dipakai
oleh orang Yunani untuk menyebutkan etnik mereka). Helenis juga adalah
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan kultural di mana sesuatu
yang bersifat bukan Yunani menjadi Yunani (peradaban Helenistik). Prosesnya ada
yang bersifat sukarela, serta ada pula dengan penggunaan kekuatan.
Iskandar/Aleksander Agung menyebarkan wawasan peradaban Yunani, termasuk di
dalamnya bahasa. Hasilnya adalah, beberapa unsur yang berasal dari Yunani
digabung dalam bentuk yang bervariasi dengan unsur lain dari peradaban daerah
yang dikuasai, yang dikenal dengan Helenisme.
Filsafat
helenisme berasal dari filsafat hellens (nama orang) termasuk kaum zabaniyah,
yang mencari kebenaran melalui akal. Filsafat Hellenisme menurut pengertian
etika adalah “Manusia hendaknya mengikuti saja suratan takdir dan penentuan
alam baginya. Dengan demikian, ia akan mencapai harmoni dengan alam yang akan
membawanya kepada kebahagiaan (eudaimonia). Jadi, hukum alam harus
ditaati terlepas dari perasaan senang atau tidak, menguntungkan atau merugikan,
mengenakkan atau menjengkelkan. Soalnya bagi Zenon, kebahagiaan terletak dalam
tekad keras menjalankan kewajiban demi hukum alam yang objektif, bukan demi
perasaan atau selera subjektif orang perorang.
Sebelum
lahirnya filsafat islam baik didunia timur maupun dunia barat telah terdapat
bermacam-macam alam pikiran, diantaranya yang terkanal ialah pikiran mesir
kuno, pikiran sumeria, babilonia, dan assurya, pikiran iran, pikiran india,
pikiran cina dan pikiran yunani. Boleh jadi, pikiran-pikiran iran dan india
sedikit banyak telah memberikan sumbangan pada pembentukan filsafat islam,
tetapi yang tampak jelas sekali hubungannya, bahkan menjadi sumber(bukan sumber
utama) bagi filsafat islam ialah filsafat yunani.
Filsafat
yunani yang sampai kepada dunia islam tidaklah seperti yang ditinggalkan oleh
orang-orang yunani sendiri, baik melalui orang-orang Masehi Nestoria dan Jakobites
maupun melalui golongan-golongan lainnya. Akan tetapi filsafat sampai kapada
mereka melalui pemikiran Hellenisme Romawi yang mempunyai cirri khas tertentu
yang m,empengaruhi filsafat itu sendiri. Oleh karena itu tidak semua
pikiran-pikiran filsafat yang sampai pada dunia Islam berasal dari Yunai, baik
dalam teks-teks aslinya maupun dalam ulasan-ulasannya, melainkan hasil dari dua
fase yang berturut-turut, yaitu “Fase Hellenisme” dan “Fase Hellenisme Romawi”.
Oleh karena itu, dalam pikiran filsafat terdapat dua coprak yang berbeda atau
dua corak yang bercampur, sesuai dengan perbedaan alam pikiran pada dua masa
yang membicarakannya.
Fase
Hellenisme ialah
ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh orang-orang Yunani, yaitu sejak
abad ke-6 atau ke-5 SM sampai akhir abad ke-4 SM. Adapun Fase Hellenisme
Romawi (Greko Romawi) ialah fase yang datang sesudah fase Hellenisme, dan
meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut
serta membicaraan peningggalan Yunani, antara lain pemikiran Romawi di Barat
dan pemikiran di Timur yang ada di Mesir dan Siria. Fase ini dimulai dari akhir
abad ke-4 SM sampai pertengahan abad ke-7 M di Iskandariah, atau sampai abad
ke-8 M di Siria dan Irak, yaitu aliran Urfa, Ar-Ruha, Nissibis, dan Antiochia,
atau sampai pada masa penerjemahan di dunia Arab.
B. Perkembangan dalam Dunia Filsafat
Dalam bidang
ilmu pengetahuan dan matematika, karya-karya yang lahir selama periode ini
merupakan karya terbaik yang pernah dicapai bangsa Yunani, untuk bidang filsafat
terjadi perubahan “sudut pandang”, filsafat yang semula bersifat teoritis
menjadi filsafat yang praktis, dimana filsafat menjadi suatu seni hidup orang
bijak. Orang bijak adalah orang yang hidupnya menurut akal dan rasionya.
Kemunculan
filsafat pada periode ini dapat dibedakan menjadi dua aliran, yang pertama
bersifat etis yaitu Epikuros dan Stoa, kedua filsafat yang diwarnai
agama diantaranya Neopythagoris, Filsafat Platonis Tengah, Filsafat Yahudi, dan
Neoplatonisme.
1.
Periode Etik
Periode ini terdiri
dari tiga sekolah filsafat, yaitu Epikuros, Stoa dan Skeptis. Nama sekolah yang
pertama diambil dari kata pembangun sekolah itu sendiri, yaitu Epikuros. Adapun
nama sekolah yang kedua diambil dari kata”stoa” yang berarti ruang. Sedangkan
nama skeptis diberikan karena mereka kritis terhadap para filosof klasik
sebelumnya. Ajarannya dibangun dari berbagai ajaran lama, kemudian dipilih dan
disatukan.
a.
Epikuros (341 SM)
Epikuros
dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di
Athena, dan di sinilah ia meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan
pada satu tujuan belaka; memberikan jaminan kebahagiaan kepada manusia.
Epikuros berbeda dengan Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia
hanya mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penyelidikan ilmu
yang sudah ia kenal, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari ketakutan
agama. Yaitu rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh
agama Grik lama. Menurut pendapatnya ketakutan kepada agama itulah yang menjadi
penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup. Dari sini dapat diketahui
bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.
Epikuros
adalah seorang filosof yang menginginkan arah filsafatnya untuk mencapai
kesenangan hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini
menganut paham atheis. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk mencapai
kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang membatasi. Menurutnya filsafat
dibagi menjadi tga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
1. Logika.
Epikuros
berpendapat bahwa logika harus melahirkan norma untuk pengetahuan dan kriteria
untuk kebenaran. Norma dan kriteria itu diperoleh dari pemandangan. Semua yang
kita pandang itu adalah benar. Baginya pandangan adalah kriteria .yang
setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran
sebagai hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan
pengalaman.
2. Fisika.
Teori fisika
yang ia ciptakan adalah untuk membebaskan manusia dari kepercayaan pada
dewa-dewa. Ia berpendapat bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai
dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi
disebabkan oleh sebab-sebab kausal dan mekanis. Tidak perlu dewa-dewa 4itu
diikutsertakan dalam hal peredaran alam ini. Manusia merdeka dan berkuasa
sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala fatalisme berdasar kepada kepercayaan
yang keliru. Manusia sesudah mati tidak hidup lagi, dan hidup di dunia ini
terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah barang sementara yang tidak
ternilai harganya. Sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan.
Dari
pandangan fisika yang dikemukakan Epikuros, sangat terlihat bahwa ia adalah
penganut paham atheisme. Teori-teori yang ia ciptakan adalah untuk menihilkan
peran Tuhan di dunia ini.
3.
Etik
Ajaran etik
epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan. Pokok ajaran
etiknya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup ialah barang yang
paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan badaniah dan
rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling penting dan mulia
menurutnya ialah kesenangan jiwa.
Dari ketiga
ajaran Epikuros, jika diaktualisasikan ke dalam agama Islam maka akibatnya bisa
fatal sekali. Seorang muslim akan menjadi atheis ketika mengikuti ajaran
Epikuros ini. Di sinilah bahaya filsafat jika kita telan mentah-mentah tanpa
ada proses penyaringan terlebih dahulu. Apalagi jika tidak dilandasi dengan
akidah yang kuat.
b.
Stoa (340 SM)
Pendirinya
adalah Zeno dari Kition. Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi.
Awalnya ia hanyalah seorang saudagar yang suka berlayar. Suatu ketika kapalnya
pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena
itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba belajar filsafat. Ia
belajar kepada Kynia dan Megaria, dan akhirnya belajar pada academia di bawah
pimpinan Xenokrates, murid Plato yang terkenal.
Setelah
keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari
ruangan sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik ialah “Stoa”.
Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Dalam
literatur lain disebutkan bahwa pokok ajaran etik Stoa adalah bagaimana manusia
hidup selaras dengan keselarasan dunia. Sehingga menurut mereka kebajikan ialah
akal budi yang lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan akal budi dunia. Pada
akhirnya akan mencapai citra idaman seorang bijaksana; hidup sesuai dengan
alam.
Ajarannya
tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika,
fisika dan etik.
1. Logika.
Menurut kaum
Stoa, logika maksudnya memperoleh kriteria tentang kebenaran. Dalam hal ini,
mereka memiliki kesamaan dengan Epikuros. Apa yang dipikirkan tak lain dari
yang telah diketahui pemandangan. Buah pikiran benar, apabila pemandangan itu
kena, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu
pemandangan yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam.
Sehingga orang yang memandang itu terpaksa membanarkan dan menerima isinya.
Apabila kita
memandang sesuatu barang, gambarannya tinggal dalam otak kita sebagai ingatan.
Jumlah ingatan yang banyak menjadi pengalaman. Kaum Stoa bertentangan
pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato dan Aristoteles pengertian
itu mempunyai realita, ada pada dasarnya. Ingat misalnya ajaran Plato tentang
idea. Pengertian umum, seperti perkumpulan, kampung, binatang dan lain
sebagainya adalah suatu realita, benar adanya. Sedangkan menurut kaum Stoa,
pengetian umum itu tidak ada realitanya, semuanya itu adalah cetakan pikiran
yang subjektif untuk mudah menggolongkan barang-barang yang nyata. Hanya
barang-barang yang kelihatan yang mempunyai realita, nyata adanya. Seperti
orang laki-laki, orang perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah suatu
realita. Pendapat kaum Stoa ini disebut dalam filsafat pendapat nominalisme,
sebagai lawan dari realisme.
2. Fisika.
Fisika kaum
Stoa tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi juga meliputi teologi.
Zeno sebagai pendiri Stoa, menyamakan Tuhan dengan dasar pembangun. Dasar
pembangun ialah api yang membangun sebagai satu bagian daripada alam. Tuhan itu
menyebar ke seluruh dunia sebagai nyawa, seperti api yang membangun menurut
sesuatu tujuan. Semua yang ada tak lain dari api dunia itu atau Tuhan dalam
berbagai macam bentuk.
Menurut
mereka dunia ini akan kiamat dan terjadi lagi berganti-ganti. Pada akhirnya
Tuhan menarik semuanya kembali padanya, oleh karena itu pada kebakaran dunia
yang hebat, itu semuanya menjadi api. Dari api Tuhan itu, terjadi kembali dunia
baru yang sampai kepada bagiannya yang sekecil-kecilnya serupa dengan dunia
yang kiamat dahulu.
3. Etik.
Inti dari
filsafat Stoa adalah etiknya. Maksud etiknya itu ialah mencari dasar-dasar umum
untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan dasar-dasar itu
dalam penghidupan. Pelaksanaan tepat dari dasar-dasar itu ialah jalan untuk
mengatasi segala kesulitan dan memperoleh kesenangan dalam penghidupan. Kaum Stoa
juga berpendapat bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah memperoleh “harta
yang terbesar nilainya”, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang
adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.
c.
Skeptis
Skeptis
artinya ragu-ragu. Mereka ragu-ragu untuk menerima ajaran-ajaran yang dari
ahli-ahli filsafat sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa skeptisisme sebagai
suatu filsafat bukanlah sekedar keragu-raguan, melaiankan sesuatu yang bsa
disebut keraguan dogmatis. Seorang ilmuwan mengatakan, “saya kira masalahnya
begini dan begitu, tetapi saya tidak yakin.” Seorang yang memiliki
keingintahuan intelektual berujar, “saya tidak tahu bagaimana masalahnya,
tetapi saya akan berusaha mengetahuinya.” Seorang penganut Skeptis filosofis
mengatakan, “tak seorang pun yang mengetahui, dan tak seorang pun yang akan
bisa mengetahui.” Ini merupakan unsur dogmatisme yang menyebabkan sistem
tersebut lemah. Kaum Skeptis, tentu saja, membantah bahwa mereka secara
dogmatis menekankan mustahilnya pengetahuan, namun bantahan mereka tidak
meyakinkan.
Di masa
Helen-Romawi ada dua sekolah Skeptis. Kedua-duanya sama pendiriannya, keduanya
ragu-ragu tentang ajaran kaum klasik yang menyatakan bahwa kebenaran dapat
diketahui. Tetapi dalam hal apa yang dimaksud dengan sikap ragu-ragu itu, kedua
sekolah itu berbeda pahamnya. Sekolah yang satu disebut kaum skeptis aliran
Pyrrhon dari Elis. Pyrrhon lahir pada tahun 360 SM dan meninggal pada tahun 270
SM. Sekolah yang kedua disebut Skeptis Akademia, karena aliran ini lahir dalam
Akademia yang didirikan oleh Plato. Aliran ini lahir kira-kira seumur orang
sesudah Plato meninggal. Untuk lebih lengkapnya, mari kita tinjau satu-persatu.
1. Skeptis
Pyrrhon
Skeptisisme
sebagai ajaran dari berbagai madzhab, dikemukakan pertama kali oleh Pyrrhon,
yang pernah menjadi seradu dalam pasukan Alexandros, dan pernah bertugas
bersama pasukan itu sampai ke India. Sampai di India ia mempelajari mistik
India. Tidak begitu mendalam, tatapi cukup baginya untuk menentukan jalan
pikirannya. Tatkala ia kembali ke Elis, kota tempat ia lahir, didirikannya
sekolah filsafat. Muridnya cukup banyak. Ia sendiri tidak pernah menuliskan
filsafatnya. Tatapi ajarannya itu diketahui orang dari uraian-uraian para
pengikutnya.
Menurut
Pyrrhon, kebenaran tidak dapat diduga. Kita harus sangsi terhadap sesuatu yang
dikatakan orang benar. Apa yang orang terima sebagai kebenaran, hanya
berdasarkan kepada kebiasaan yang diterima dari orang ke orang. Rupanya saja
“benar”. Karena itu orang harus sangsi terhadap hasil pikiran yang disebut
benar. Pikiran itu sendiri saling bertentangan. Hal ini cukup ternyata dalam
pengalaman.
Dari dua
ucapan yang bertentangan tentang sesuatu, mestilah satu yang benar dan yang
lainnya salah. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dalam
pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu kriteria tentang
kebenaran. Kriteria itulah yang tidak ada. Oleh karena itu kebenaran tidak
dapat diketahui. Maka dari itu, menurut Pyrrhon, seorang cerdik pandai
hendaklah menguasai diri jangan memberi keputusan. Menjauhkan diri dari sikap
memutus adalah jalanyang ditunjukkan Pyrrhon untuk mencapai kesenangan hidup.
2. Skeptis
Akademia
Meskipun
sekolah ini didirikan oleh Plato, tetapi generasinya tidak lagi mengusung
ajaran-ajaran Plato. Para pengikut Plato, terutama di bawah pengaruh Arkesilaos
lebih mengutamakan ajaran Plato yang bersifat negatif. Ajaran Arkesilaos
berpangkal kepada ajaran Plato yang mengatakan bahwa dunia yang kelihatan ini
adalah gambaran saja dari yang asli, bahwa pengetahuan yang didapat dari penglihatan
dan pemandangan adalah bayangan pengetahuan, bukan gambaran dari pengetahuan
yang sebenarnya. Pengetahuan yang sebenarnya tidak tercapai oleh manusia.
Arkesilaos
dan para pengikutnya tidak sejauh kaum sketis Pyrrhon menolak kemungkinan
mencapai kebenaran. Mereka terutama menolak dogma-dogma yang dikemukakan oleh
kaum Epikuros dan kaum Stoa, bahwa segala pengetahuan berdasarkan pemandangan.
Mereka tidak menolak sama sekali kemungkinan untuk mencapai pengetahuan. Norma
pengetahuan itu ialah “kemungkinan”.
Kaum
Skeptis aliran Arkesilaos berpendapat bahwa cita-cita orang bijaksana ialah
bebas dari berbuat salah. Kaum Epikuros dan Stoa mengatakan bahwa memperoleh
kebenaran yang sungguh-sungguh dengan membentuk dalam pikiran hasil pandangan.
Menurut Arkesilaos yang seperti itu tidak mungkin. Kriteria daripada kebenaran
tidak dapat diperoleh dari pikiran manusia. Sedangkan pikiran berdasarkan
kepada bayangan saja, barang-barang yang dipikirkan itu pada dasarnya tidak
dapat dikenal.
Ketika
Arkesilaos talah meninggal, ajaran itu dihidupkan lagi oleh Karneades. Ia
mengatakan bahwa kriteria bagi kebenaran tidak ada. Pemandangan-pemandangan tak
pernah dapat membedakan dengan shahih pandangan yang benar dan pandangan salah.
Tetapi sekalipun kebenaran yang sebenarnya tidak dapat diketahui dan
pengetahuan yang shahih tidak dapat dicapai, orang tak perlu bersikap menolak
terus-menerus dan menjauhkan diri dari mempertimbangkan sesuatunya. Sebagai
pegangan dalam hidup sehari-hari dikemukakan oleh Karneades tiga tingkat “kemungkinan.”
Pertama, pemandangan itu mungkin benar. Kedua, kemungkinan itu tidak dapat
dibantah. Ketiga, kemungkinan itu tidak dapat dibantah dan telah ditinjau dari
segala sudut.
2.
Periode
Religi
Pada masa
etik, agama itu dianggap sebagai sesuatu belenggu yang menanam rasa takut dalam
hati manusia. Karena itu agama dipandang sebagai suatu penghalang untuk
memperoleh kesenangan hidup. Dan tujuan filsafat menurut Epikuros dan Stoa
harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup.
Didorong
oleh perasaan dan keadaan bangsa Yunani dan bangsa lainnya yang senantiasa
merasa tertekan di bawah kekuasaan kerajaan Roma, maka ajaran Etik tidak dapat
memberikan jalan keluar. Kemudian perasaan agamalah yang akhirnya muncul
sesudah beberapa abad terpendam dapat mengobati jiwa yang terluka. Mulai dari
sinilah pandangan filsafat berbelok arah, dari otak turun ke hati. Keinginan
untuk mengabdi kepada Tuhan hidup kembali. Perasaan menyerah kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan kesenangan rohani. Perasaan bimbang hilang, cinta terikat
kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.soal rasio tidal ada lagi, soal irasionalisme-lah
yang muncul kemudian. Dengan sendirinya, fakultas filsafat berkembang ke
jurusan mistik. Perasaan mistik tidak dapat dipupuk dengan pikiran yang rasional,
melainkan dengan jiwa yang murni. Pada periode ini, ada tiga aliran yang
berperan, yaitu aliran Neo-Pythagoras, aliran Philon, aliran Plotinus atau
Neo-Platonisme. Tetapi di sini kami hanya menjelaskan dua aliran saja, yaitu
Neo Pythagoras dan Philon, karena aliran Neo Platonisme akan dijelaskan oleh
pemakalah selanjutnya.
a.
Aliran Neo Pythagoras
Dinamakan
Neo Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran Pyithagoras yang mendidik
kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang mengajarkannya ialah mula-mula ialah
Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad pertama tahun masehi. Ajaran itu
kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari Gerasa.
Untuk
mendidik perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang harus menghidupkan
dalam perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Makin besar jarak
itu makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam sekali dikemukakan
perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan barang. Bedanya Tuhan dan manusia
digambarkan dalam mistik neo Pythagoras sebagai perbedaan antara yang
sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang sebersih-bersihnya adalah Tuhan,
yang bernoda ialah manusia.
Menurut
mereka, Tuhan sendiri tidak membuat bumi ini. sebab apabila Tuhan membuat bumi
ini , berarti ia mempergunakan barang yang bernoda sebagai bahannya. Dunia ini
dibuat oleh pembantunya, yaitu Demiourgos. Kaum ini percaya bahwa jiwa ini akan
hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun.
Kepercayaan inilah yang menjadi pangkal ajaran mereka tentang inkarnasi.
b.
Philon Alexandreia
Alexandria
terletak di Mesir. Di sana bertemu antara filsafat Yunani yang bersifat
intelektualis dan rasionalis, dan pandangan agama kaum Yahudi yang banyak
mengandung mistik. Pencetusnya adalah Philon. Ia hidup dari 25 SM, sampai 45 M.
ia mencapai umur 70 tahun. Ia adalah seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat
yang dipelajarinya terpengaruh oleh pandangan agama.
Yang menjadi
pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan manusia dengan Tuhan. Baginya Tuhan
itu Maha Tinggi tempatnya. Tuhan hanya dapat diketahui oleh kata-kata-Nya yang
terdapat dalam kitab suci, dari alam dan dari sejarah. Tuhan sendiri tidak
dapat diketahui oleh manusia dengan panca inderanya.
Karena Tuhan
itu begitu tinggi kedudukannya, perlulah ada perantara yang menghubungkan Tuhan
dengan alam. Makhluk terutama yang terdekat dengan Tuhan ialah “Logos”.
Logos itu ialah sumber dari segala cita-cita yang sebagai pikiran Tuhan. Logos
juga beredar dalam dunia yang nyata sebagai penjelmaan dari akal Tuhan.
Kewajiban manusia yang pertama, menurut mereka, ialah mengasuh jiwa mendekati
Tuhan. Kesenangan hidup sebesar-besarnya adalah mengabdi kepada Tuhan. Tujuan
tertinggi ialah bersatu dengan Tuhan.
C. Berakhirnya Masa Kejayaan Helenisme
Setelah
kematian Aleksander, ada upaya untuk mempertahankan kesatuan imperiumnya. Namun
terjadi perang saudara dalam pemerintahan setelahnya yang kemudian terpecah
menjadi dua, yakni dinasti Ptolemeus dan Scleucid (sebutan bagi dinasti
Seleucus) dimana keduanya tak mampu melanjutkan upaya Aleksander untuk
melakukan pembauran antara bangsa Yunani dan Barbar, dan mereka mendirikan
tirani militer yang pertama-tama dilandaskan pada kekuatan pasukan Makedonia
yang berada di pihaknya masing-masing, diperkuat oleh serdadu bayaran dari
Yunani.
Beberapa
peninggalan yang dapat dilihat sesudah “keruntuhan” Helenisme diantaranya
adalah:
1. Sebelum
timbulnya masa Helenisme, fikiran masyarakat Yunani hanya terbatas pada
cerita-cerita agama yang dibawa oleh para agamawan. Mereka hanya menelan mentah
semua yang diajarkan oleh pendeta itu tanpa memikirkan apakah itu benar atau
tidak. Setelah masuk pada masa Helenisme mulailah timbul pemikir/
filosof-filosof yang mempertanyakan hal itu. Mereka lalu membagi hal yang
bersifat ghaib dan yang bersifat rill. Namun sayangnya mereka belum mampu
mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu “siapakah yang awal?
2. Mesopotamia,
maupun wilayah Barat yang lebih jauh, bahasa Yunani menjadi bahasa sastra dan
kebudayaan, dan tetap demikian sampai saatnya ditaklukkan oleh dunia Islam.
3. Berdirinya kota
Aleksandria sebagai keberhasilan paling gemilang pada abad ke-3 SM yang menjadi
pusat perkembangan matematika dan tetap demikian hingga masa keruntuhan Romawi.
4. Filsafat
Yunani zaman Helenis telah mempengaruhi perumusan teologi Kristen, dan bukan
hanya filsafatnya tetapi juga kesusastraan, seni rupa dan arsitektur Helenisme,
serta telah memberikan inspirasi, semenjak Renaisans, bagi kebudayaan Barat
Modern.
BAB III
PENUTUP
Pola fikir filsafat
helenisme Yunani pasca Aristoteles. Diantaranya : Epikuros,
Stoa, dan Skeptis dari periode etik. Kemudian ada juga Neo
Pythagoras, Philon dan Plotinus dari periode religi.
·
Epikuros: Ia adalah filosof yang memuja kesenangan
hidup, ia menafikan dan menihilkan peran Tuhan di dunia. Menurutnya Tuhan hanya
menjadi penghalang untuk menikmati kesenangan hidup di dunia. Karena itu,
Epikuros adalah salah satu filosof yang beraliran atheis.
·
Stoa: Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah
menyempurnakan moral manusia. Kriterianya tentang kebenaran relatif sama dengan
Epikuros yang mengatakan bahwa pemandangan adalah kriteria setinggi-tingginya
untuk mencapai kebenaran.
·
Skeptis: Mereka adalah madzhab filsafat yang ragu-ragu
terhadap ajaran-ajaran klasik. Menurut mereka, kebenaran tidak dapat diduga.
Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dalam pertentangan
pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu kriteria tentang kebenaran.
Kriteria itulah yang tidak ada.
·
Neo Phytagoras: Ajarannya
berpangkal pada Pythagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan
roh. Mereka juga meyakini bahwa jiwa ini akan hidup selama-lamanya dan
pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan inilah yang
disebut dengan inkarnasi.
·
Philon Alexandreia: Ia adalah
seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat yang dipelajarinya terpengaruh oleh
pandangan agama. Yang menjadi pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan
manusia dengan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar